Ada juga kejadian hujatan dan penerbitan melawan kaum Kristen, menyebabkan timbulnya keprihatinan bahwa dukungan masyarakat terhadap toleransi agama mendapat tekanan. Kelompok-kelompok Kristen mencatat 128 peristiwa serangan terhadap gereja dan fasilitas Kristen lainnya selama tahun itu, 76 di antaranya terjadi menyusul naiknya Habibie menjadi presiden pada bulan Mei. Serangan itu bervariasi derajatnya mulai dari pemecahan jendela sampai kehancuran total. Pemerintah belum menyelesaikan tuntas banyak dari kasus-kasus penyerangan terhadap fasilitas agama dan gereja yang terjadi selama kerusuhan dan, dalam kasus lain, belum melakukan penyelidikan sama sekali.
Pada 13 Februari, kekerasan serius anti Kristen dan antietnik Cina pecah di Jawa Barat. Dua puluh delapan gereja diserang di beberapa kota di timur dan tenggara Jakarta. Massa melempari jendela, merusak isi gereja, dan dalam beberapa kasus berusaha membakar gereja. Mobil dan harta benda lain milik gereja dan jemaat juga menjadi sasaran perusakan. Insiden seperti ini mencerminkan ketegangan agama, serta dalam beberapa kasus mendasari ketegangan sosial, ekonomi, dan politik antara kaum Muslim yang miskin dan kaum Cina Kristen yang relatif lebih makmur.
Pada 24 Juli, sebuah gereja Protestan dibakar di Depok, di sebelah selatan Jakarta. Jemaat gereja adalah dari etnik Batak dari Sumatra utara. Meskipun gereja itu terletak dekat dengan kantor polisi, massa sempat berjam-jam merobohkannya rata dengan tanah dengan kampak. Polisi belum mencapai kemajuan dalam menyelidiki insiden ini.
Pada akhir November, sebuah tawuran di Ketapang, Jakarta Barat, antara penduduk setempat yang Muslim dan para petugas keamanan sebuah tempat judi yang beragama Kristen, kebanyakan keturunan Ambon, meluas menjadi kerusuhan yang menelan 14 korban jiwa dan serangan terhadap 27 gereja dan sekolah Kristen, serta pembakaran beberapa gereja. Kekerasan anti-Kristen di Jakarta menyulut pembalasan kekerasan anti-Muslim di Kupang, NTT, pada akhir November dan awal Desember. Di Kupang (di mana Muslim merupakan minoritas), massa membakar empat masjid dan beberapa rumah serta toko milik kaum Muslim. Lima masjid lain dan sejumlah rumah dirusak dan beberapa puluh orang terluka. Dalam insiden di Jakarta maupun Kupang, ketegangan antaretnik, serta ketegangan antaragama, merupakan faktor bagi kekerasan itu.
Muslim merupakan penganut agama minoritas di Irian Jaya. Pada Januari sebuah masjid dibakar habis di sebuah desa kecil dekat Kurima di dataran tinggi tengah Irian Jaya. Serangan terhadap masjid itu tampaknya didorong oleh kekhawatiran penduduk setempat terhadap dakwah kaum Muslim untuk mendapatkan pengikut baru di provinsi yang mayoritas penduduknya Kristen itu. Insiden itu juga mencerminkan kebencian penduduk setempat terhadap kedatangan migran yang kebanyakan Muslim ke provinsi itu dari daerah lain Indonesia. Ketegangan antaragama tetap tinggi di provinsi itu.
Pada 13 Februari, kekerasan serius anti Kristen dan antietnik Cina pecah di Jawa Barat. Dua puluh delapan gereja diserang di beberapa kota di timur dan tenggara Jakarta. Massa melempari jendela, merusak isi gereja, dan dalam beberapa kasus berusaha membakar gereja. Mobil dan harta benda lain milik gereja dan jemaat juga menjadi sasaran perusakan. Insiden seperti ini mencerminkan ketegangan agama, serta dalam beberapa kasus mendasari ketegangan sosial, ekonomi, dan politik antara kaum Muslim yang miskin dan kaum Cina Kristen yang relatif lebih makmur.
Pada 24 Juli, sebuah gereja Protestan dibakar di Depok, di sebelah selatan Jakarta. Jemaat gereja adalah dari etnik Batak dari Sumatra utara. Meskipun gereja itu terletak dekat dengan kantor polisi, massa sempat berjam-jam merobohkannya rata dengan tanah dengan kampak. Polisi belum mencapai kemajuan dalam menyelidiki insiden ini.
Pada akhir November, sebuah tawuran di Ketapang, Jakarta Barat, antara penduduk setempat yang Muslim dan para petugas keamanan sebuah tempat judi yang beragama Kristen, kebanyakan keturunan Ambon, meluas menjadi kerusuhan yang menelan 14 korban jiwa dan serangan terhadap 27 gereja dan sekolah Kristen, serta pembakaran beberapa gereja. Kekerasan anti-Kristen di Jakarta menyulut pembalasan kekerasan anti-Muslim di Kupang, NTT, pada akhir November dan awal Desember. Di Kupang (di mana Muslim merupakan minoritas), massa membakar empat masjid dan beberapa rumah serta toko milik kaum Muslim. Lima masjid lain dan sejumlah rumah dirusak dan beberapa puluh orang terluka. Dalam insiden di Jakarta maupun Kupang, ketegangan antaretnik, serta ketegangan antaragama, merupakan faktor bagi kekerasan itu.
Muslim merupakan penganut agama minoritas di Irian Jaya. Pada Januari sebuah masjid dibakar habis di sebuah desa kecil dekat Kurima di dataran tinggi tengah Irian Jaya. Serangan terhadap masjid itu tampaknya didorong oleh kekhawatiran penduduk setempat terhadap dakwah kaum Muslim untuk mendapatkan pengikut baru di provinsi yang mayoritas penduduknya Kristen itu. Insiden itu juga mencerminkan kebencian penduduk setempat terhadap kedatangan migran yang kebanyakan Muslim ke provinsi itu dari daerah lain Indonesia. Ketegangan antaragama tetap tinggi di provinsi itu.
0 komentar:
Posting Komentar
Muda , Beda , Berbahaya